Balisore.com – Pulau Serangan di Denpasar, Bali, dikenal dengan aura spiritualnya yang kuat, salah satunya yang berpusat di Pura Tirtha Harum. Meski seringkali masyarakat lebih mengenal Pura Sakenan ketika berbicara tentang Pulau Serangan, Pura Tirtha Harum memiliki keunikan dan sejarah yang patut untuk digali lebih dalam. Artikel ini akan mengupas lebih jauh mengenai asal-usul, keunikan, dan peranan Pura Tirtha Harum dalam kehidupan spiritual umat Hindu di Bali.
Asal Usul Nama Pura Tirtha Harum
Nama Pura Tirtha Harum terdiri dari dua kata, yaitu ‘Tirtha’ yang berarti air suci, dan ‘Harum’ yang bermakna berbau wangi. Nama ini berasal dari sebuah kejadian mistis yang dialami oleh warga sekitar. Konon, di masa lalu, sebuah sumber air tiba-tiba muncul dari dalam tanah di lokasi yang sekarang menjadi Pura Tirtha Harum. Meskipun air tersebut hanya mengalir selama beberapa detik, aroma wangi yang menyertainya tetap tercium oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Dari sinilah nama “Tirtha Harum” berasal, yang kemudian diabadikan sebagai nama pura tersebut.
Lokasi dan Akses Menuju Pura
Pura Tirtha Harum terletak di ujung tepi pantai timur Pulau Serangan. Dahulu, untuk mencapai pura ini, orang harus menggunakan perahu atau jukung karena lokasi pura yang dikelilingi oleh laut. Namun, setelah adanya reklamasi Pulau Serangan, akses menuju pura menjadi lebih mudah. Sekarang, pengunjung dapat mencapai pura ini menggunakan kendaraan bermotor, dan bahkan bisa memarkir kendaraan mereka di depan pura.
Struktur dan Palinggih di Pura Tirtha Harum
Di dalam area Pura Tirtha Harum, terdapat beberapa palinggih atau tempat pemujaan yang memiliki makna spiritual yang mendalam. Beberapa di antaranya adalah:
- Palinggih Taru: Tempat pemujaan ini terkait dengan pohon kayu santen yang pernah ditebang. Kayu dari pohon tersebut kemudian digunakan untuk membuat pratima yang kini distanakan di Pura Tirtha Harum.
- Palinggih Puncak Giri: Ini adalah palinggih utama yang diyakini sebagai tempat berstana Bhatara dari Pura Tirtha Harum.
- Palinggih Dalem Sloka: Tempat pemujaan ini merupakan pangayat (tempat tinggal) bagi Ida Bhatara yang berstana di Pura Dalem Sloka yang berada di Alas Purwo, Jawa.
- Palinggih Gunung Agung: Merupakan tempat pemujaan bagi Ida Bhatara yang berstana di Gunung Agung, gunung yang dianggap suci oleh umat Hindu di Bali.
- Palinggih Kresna: Palinggih ini diyakini sebagai stana Bhatara Kresna. Uniknya, palinggih ini menjadi tempat bersarang lebah atau tawon yang tidak diketahui asalnya. Meskipun saat pemugaran pura lebah-lebah ini sempat hilang, mereka kembali bersarang di palinggih ini setelah upacara pemugaran selesai dilaksanakan.
Pengaruh Budha di Pura Tirtha Harum
Salah satu keunikan lain dari Pura Tirtha Harum adalah adanya Klenteng atau tempat suci umat Budha di dalam kompleks pura. Ini menunjukkan adanya perpaduan kepercayaan Siwa-Budha yang dianut di pura ini. Klenteng ini diyakini sebagai peninggalan dari para pedagang Cina yang pernah singgah di Bali. Menurut kepercayaan, Klenteng ini adalah tempat berstana Ratu Mas Manik Subandar, yang merupakan Dewa Perdagangan bagi umat Budha.
Piodalan dan Tradisi Keagamaan di Pura
Piodalan di Pura Tirtha Harum dilaksanakan setiap enam bulan sekali, tepatnya pada hari Anggara Kliwon atau Anggara Kasih, Wuku Perangbakat. Pada saat pujawali di pura ini, upacara serupa juga dilaksanakan di Klenteng yang berada di dalam lingkungan utama mandala pura. Namun, yang menarik, saat Hari Suci Imlek, peringatan juga dilaksanakan di Klenteng ini, tetapi dengan menggunakan tradisi Hindu yang disebut Pras Pangambeyan.
Pura Swagina dan Keterbukaan untuk Umat
Pura Tirtha Harum bukanlah pura keluarga atau paibon, melainkan disebut sebagai Pura Swagina. Ini berarti pura ini terbuka bagi siapa saja yang ingin menghaturkan bakti, baik itu umat Hindu maupun umat Budha. Tak jarang, umat Budha yang identik dengan keturunan Cina datang bersembahyang di pura ini untuk memohon kelancaran dalam bisnis atau perdagangan mereka.
Sejarah Pemangku Pura Tirtha Harum
Jro Mangku Tirtha Harum, pemangku pura saat ini, telah mengemban tugas sebagai pemangku sejak tahun 1980-an. Sebelumnya, posisi pemangku dipegang oleh sanak saudaranya. Setelah beranjak dewasa, Jro Mangku menerima pawisik (petunjuk gaib) untuk melanjutkan kepemangkuan di pura ini. Sejak saat itu, ia dengan penuh dedikasi menjalankan tugasnya sebagai pemangku, sekaligus sebagai petani rumput laut.
Pengalaman Spiritual di Pura Tirtha Harum
Banyak warga yang datang ke Pura Tirtha Harum untuk melakukan ritual pangelukatan, sebuah prosesi penyucian diri dengan menggunakan air suci. Seringkali, air laut yang digunakan dalam ritual ini tiba-tiba mengeluarkan aroma wangi, sebagai tanda keberkahan. Fenomena ini menambah keyakinan umat akan kesakralan pura ini.