Balisore.com – Tepuk tangan riuh memenuhi Gedung Auditorium Widya Sabha Kampus Bukit, Jimbaran, Badung pada hari Sabtu, 10 Maret, saat nama Dr. Ketut Rochineng, SH.MH dipanggil ke podium wisudawan ke-125 Universitas Udayana (Unud). Ini adalah momen luar biasa yang menandai perjalanan luar biasa seorang birokrat Pemprov Bali yang pernah mengalami masa kecil sulit sebagai penjual es lilin.
Dr. Ketut Rochineng berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dengan predikat Cum Laude (Pujian) di Program Pasca Sarjana S3 di Kampus terbesar dan terbaik di Bali, Unud. Namun, di balik prestasinya yang gemilang, ada kisah inspiratif tentang ketekunan, perjuangan, dan dukungan keluarga.
Lahir dari Keluarga Sederhana
Ketut Rochineng, atau yang akrab disapa Rocky, lahir dari keluarga yang sangat sederhana. Dia adalah anak keempat dari delapan bersaudara, putra pasangan Nyoman Cawi dan Ni Nyoman Seneng (alm tahun 2018). Ayahnya bekerja sebagai Pegawai Mantri Kesehatan. Kehidupan keluarga mereka ditandai oleh kekurangan dan keterbatasan.
Sejak kecil, Rocky dan saudara-saudaranya harus mencari nafkah di luar daerah untuk membantu keluarga. Keberhasilan dan masa depan yang lebih baik adalah impian yang harus dikejar. “Saat hidup sudah, sodara saya hidupnya menyebar, ada juga yang jadi perawat atau polisi. Tergantung yang menampung dan mengajaknya waktu itu,” kenang Rocky.
Perjuangan Melanjutkan Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu faktor yang merubah hidup Rocky. Dia menghadapi berbagai tantangan dalam mengejar pendidikan, terutama karena latar belakang ekonominya yang sangat terbatas. Selama masa kecilnya, dia bersekolah di SDN 1 Desa Petemon dan SDN 2 Bubunan pada tahun 1970. Namun, keadaan menjadi lebih sulit saat dia mencapai tingkat SMA.
Pada saat itu, Rocky tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan di SMA. Meskipun demikian, tekadnya untuk meraih pendidikan lebih tinggi sangat kuat. Dengan dukungan keluarga besar dan hasil ulangan yang cemerlang (minimal nilai 9 dan 10 untuk semua mata pelajaran), dia berhasil melanjutkan pendidikannya.
“Saya juga pernah menjadi buruh bangunan untuk mendapatkan tambahan biaya sekolah. Bahkan, saat SMP dan SMA, saya tidak pernah tidur di rumah sendiri dan sering tidur di rumah teman-teman secara bergiliran,” kenangnya.