Balisore.com – Pertamina, sebagai salah satu perusahaan energi terbesar di Indonesia, telah lama mempromosikan Pertamax sebagai bahan bakar yang ‘bersih’ dan ramah lingkungan dibandingkan dengan Pertalite atau solar subsidi. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa klaim tersebut mungkin tidak sepenuhnya akurat. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, mengungkapkan bahwa Pertamax masih tergolong bahan bakar kotor, berbeda dengan ekspektasi sebelumnya.
Standar Sulfur Internasional dan Kandungan Sulfur Pertamax
Menurut penjelasan dari Kaimuddin, standar internasional untuk sulfur dalam bahan bakar saat ini adalah 50 ppm (part per million) atau lebih rendah. Namun, kandungan sulfur dalam Pertamax masih mencapai 400 ppm, yang hampir setara dengan Pertalite. Artinya, Pertamax tidak jauh berbeda dari Pertalite dalam hal kualitas bahan bakar terkait sulfur.
“Kalau lihat kualitas BBM, orang pikir (tergantung) RON saja, sebenarnya yang jadi isu kan sulfurnya. Karena kalau sulfur tinggi, teknologi mesin untuk mengurangi polusi tidak bisa bekerja,” jelas Kaimuddin, dikutip dari situs resmi Kemenko Marves.
Bahan Bakar yang Memenuhi Standar Euro 4
Menurut data dari Kemenko Marves, hanya ada tiga jenis bahan bakar dari Pertamina yang memenuhi standar Euro 4 dan dapat dikategorikan sebagai bersih, yaitu Pertamax Green, Pertamax Turbo, dan Pertadex 53. Ketiga bahan bakar ini memiliki kandungan sulfur yang jauh lebih rendah dan lebih ramah lingkungan.
Namun, sayangnya, ketiga jenis bahan bakar ini belum tersedia di seluruh SPBU di Indonesia. Hal ini menjadi masalah bagi konsumen yang ingin memilih bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, karena pilihan mereka masih terbatas.
Rencana Pemerintah dan Pertamina
Menanggapi kondisi ini, pemerintah bersama Pertamina berencana untuk menghadirkan bahan bakar subsidi dengan kandungan sulfur yang lebih rendah. Kemungkinan besar, bahan bakar tersebut akan merupakan versi yang telah disempurnakan dari Pertamax atau Pertalite. Langkah ini diharapkan dapat memberikan alternatif yang lebih bersih dan ramah lingkungan bagi masyarakat.
Dampak Negatif Bahan Bakar dengan Kandungan Sulfur Tinggi
Menurut Tutorchase, kualitas bahan bakar sangat bergantung pada kadar sulfur yang terkandung di dalamnya. Sulfur adalah unsur alami dalam minyak mentah dan sering ditemukan dalam jumlah yang bervariasi dalam bahan bakar. Bahan bakar dengan kadar sulfur tinggi memiliki beberapa dampak negatif, antara lain:
1. Polusi Udara dan Hujan Asam
Bahan bakar dengan kandungan sulfur tinggi yang dibakar akan menghasilkan sulfur dioksida (SO2), sebuah gas berbahaya yang menyebabkan pencemaran udara. Sulfur dioksida juga berperan sebagai penyebab utama hujan asam, yang dapat merusak ekosistem, struktur bangunan, dan infrastruktur, serta menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia dan hewan.
2. Kerusakan Mesin
Kandungan sulfur dalam bahan bakar dapat menyebabkan korosi dan keausan pada komponen mesin seperti piston, ring piston, dan katup. Dampaknya, umur mesin dapat berkurang dan biaya perawatan kendaraan akan meningkat. Mesin yang terpapar bahan bakar dengan sulfur tinggi memerlukan perawatan lebih intensif dan penggantian komponen yang lebih sering.
3. Penurunan Efisiensi Bahan Bakar
Bahan bakar dengan kadar sulfur tinggi biasanya menghasilkan energi panas yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar sulfur rendah. Akibatnya, kendaraan atau mesin yang menggunakan bahan bakar berkadar sulfur tinggi akan memerlukan lebih banyak bahan bakar untuk menghasilkan energi yang sama, sehingga mengakibatkan konsumsi bahan bakar yang meningkat dan lebih boros.
Kebingungan Konsumen: Pertamax vs. Pertalite
Mengetahui fakta ini, masyarakat tentu mengalami kebingungan. Mereka sudah membayar lebih untuk mendapatkan BBM berkualitas, namun kenyataannya tidak sesuai harapan. Apakah ini berarti selama ini memilih Pertamax dibanding Pertalite adalah sebuah kesia-siaan?