Balisore.com – Keinginan untuk memiliki masjid besar yang menjadi kebanggaan bagi rakyat Indonesia telah muncul sejak masa sebelum kemerdekaan. Pada tahun 1944, beberapa tokoh Islam berkumpul di rumah Bung Karno di Pengangsaan Timur No. 56, yang kini dikenal sebagai Jalan Proklamasi, untuk membahas impian ini. Mereka berencana membangun sebuah masjid yang bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi simbol kebanggaan nasional. Gagasan tersebut diterima dengan antusias oleh Bung Karno, namun karena kondisi Indonesia yang saat itu masih berada di bawah pendudukan Jepang, pembangunan masjid belum bisa diwujudkan.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, optimisme untuk mendirikan masjid besar kembali muncul. Pembangunan masjid ini dipandang sebagai simbol rasa syukur atas kemerdekaan yang diperoleh, karena umat Islam juga turut andil dalam perjuangan tersebut. Pada masa itu, muncul usulan untuk memberikan nama “Istiqlal” pada masjid ini, yang dalam bahasa Arab berarti “merdeka”. Menteri Agama saat itu, KH. Wahid Hasyim, mengusulkan agar masjid tersebut menjadi simbol negara dan kebanggaan rakyat Indonesia.
Perjalanan Pembangunan Masjid Istiqlal
Pada tahun 1953, sejumlah tokoh Islam kembali bertemu untuk membahas rencana pembangunan Masjid Istiqlal. Pertemuan ini dipimpin oleh Menteri Agama, KH. Taufiqurrohman, dan diikuti oleh lebih dari 200 tokoh Islam. Pada tahun berikutnya, Yayasan Masjid Istiqlal resmi dibentuk dengan tujuan mewujudkan gagasan pembangunan masjid ini, yang kemudian disahkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 7 Desember 1954.
Dalam diskusi mengenai lokasi masjid, terdapat perbedaan pendapat antara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Hatta mengusulkan agar masjid dibangun di Jalan Thamrin yang kala itu masih dikelilingi oleh kampung-kampung penduduk. Sementara itu, Soekarno mengusulkan agar masjid dibangun di bekas Benteng Frederick Hendrik yang terletak di dekat Lapangan Banteng, sebuah lokasi strategis yang berdekatan dengan Gereja Katedral. Soekarno beranggapan bahwa lokasi tersebut akan menjadi simbol kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
Soekarno pun akhirnya menetapkan untuk membongkar benteng tersebut, meskipun membutuhkan biaya yang besar. Menariknya, sayembara desain Masjid Istiqlal diikuti oleh berbagai peserta, dan pemenangnya adalah seorang arsitek Kristen Protestan, Frederick Silaban. Desainnya dipuji karena mengandung makna ketuhanan dan simbolisasi sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Menurut Bung Karno, masjid ini harus memiliki arsitektur yang modern, megah, dan kokoh, sebagai cerminan kebesaran bangsa Indonesia.