Balisore.com – Jakarta Selatan memiliki sebuah permata sejarah yang terletak di pinggir Jalan Gatot Subroto, tak jauh dari Museum Satriamandala. Masjid Tua Al Mubarok, yang berdiri megah di lokasi ini, bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga merupakan saksi bisu dari perkembangan kawasan Kuningan yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Artikel ini akan menggali lebih dalam tentang sejarah, keunikan, dan pentingnya Masjid Tua Al Mubarok, serta hubungannya dengan Pangeran Kuningan.
Sejarah Masjid Tua Al Mubarok
Masjid Tua Al Mubarok memiliki sejarah panjang yang dimulai pada tahun 1527. Menurut prasasti yang terdapat di masjid tersebut, tahun ini menandai pembangunan awal masjid oleh warga setempat. Hal ini berbeda dengan mushola yang didirikan oleh Pangeran Kuningan dan pasukannya, yang terletak di lokasi yang sama. Pangeran Kuningan, yang dikenal sebagai Syekh Arkanuddin atau Pangeran Adipati Awangga dari Cirebon, memulai pembangunan mushola sederhana yang terbuat dari kayu. Namun, bukan itu yang menjadi cikal bakal Masjid Tua Al Mubarok seperti yang kita kenal sekarang.
Menurut Budi Raharjo, bendahara Masjid Tua Al Mubarok, pembangunan masjid ini berasal dari sebuah mimpi yang dialami oleh Nyi Imeh. Mimpi tersebut memperlihatkan banyak orang yang sedang beribadah di tempat itu, yang kemudian mendorong Nyi Imeh dan masyarakat setempat untuk membangun kembali masjid yang sudah mulai rusak. Proses pembangunan masjid ini dilakukan pada tahun 1850 oleh Guru Simin dan Guru Jabir.
Transformasi Bangunan Masjid
Masjid yang awalnya hanya terbuat dari kayu ini mengalami beberapa kali renovasi seiring berjalannya waktu. Pada tahun 1915, masjid tersebut masih berada dalam kondisi yang kurang baik dan kembali membutuhkan perbaikan. Namun, perubahan besar terjadi pada tahun 1925, ketika masjid mulai digunakan untuk sholat berjamaah secara luas. Pada masa itu, meskipun jamaah sudah mulai ramai, masjid masih terbuat dari kayu. Seiring dengan berkembangnya kebutuhan, masjid ini terus diperbaiki hingga akhirnya pada tahun 1996 dilakukan renovasi besar-besaran dengan menggunakan bahan beton. Renovasi ini dilakukan atas inisiatif pengurus masjid, termasuk Haji Wardi, yang bertujuan untuk memastikan keberlanjutan dan keberadaan masjid ini hingga saat ini.